Senin, 29 November 2010

Taman Bermain

Hamparan luas sebidang tanah yang sangat asri dengan ditanami rumput-rumput hijau dengan rapi berseru kesana-kemari, bergoyang mengikuti irama hembusan angin yang berhempus pelan, menggesekkan dedaunan bagai dawai biola menerpa. Beraneka ragam berwarna-warni tanaman bunga berkawan dengan rerumputan sangat indah menghiasi taman bermain. Jungkat-jungkit, ayunan, dan beberapa permainan yang dapat digunakan ada disana. Itulah taman bermain yang menjadi saksi bisu kebersamaanku dengan Bimasakti di masa itu.

Kebiasaan yang aku lakukan bila pagi hari tiba, sesuatu yang dinantikan seorang gadis tomboy dengan rambut panjangnya selalu dibiarkan terurai. Menanti sinar mentari menyambut datangnya pagi. Selalu dengan manis aku duduk di ayunan menikmati hangatnya mentari pagi, setiap paginya disempatkan selama lima belas menit sebelum berangkat ke sekolah. Menurut bundaku, konon sinar mentari pagi sangat baik untuk kesehatan.

Lain halnya anak lelaki kecil yang selalu bersama si gadis tomboy, baginya menyaksikan awan-awan yang berarak melintasi langit biru dengan indahnya merupakan sesuatu yang menyenangkan.

Terkadang awan-awan tersebut membentuk menyerupai hal-hal yang nyata, kadang seperti pesawat yang selalu terbang melayang membawa penumpangnya. Bersusah payah menerangkan akan awan-awan tersebut dikala si gadis tomboy asyik bermain gelembung sabun sambil berlari-lari mengelilingi taman bermain.

Setia menemani aku di pagi hari Bima lakukan untuk menikmati hangatnya mentari pagi. Di sore hari, akulah yang menemaninya menyaksikan awan-awan yang berarak di langit luas hingga menjelang malam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar